Event Report – Multicultural Carnival 2016
(UKWMS-8/4/2016) Dunia saat ini menjadi semakin global dan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya yang berbeda bahasa serta budaya menjadi kian intens. Agar dapat berkomunikasi dengan baik, penguasaan bahasa asing yang nyaris sempurna sekalipun belum tentu cukup apabila tidak memperhatikan hal-hal detil seperti budaya. Di saat yang sama, hanya ada sedikit orang yang cukup beruntung untuk mengalami hidup di tengah-tengah budaya asing.
Dalam rangka memberikan pengetahuan tentang budaya-budaya negara lain kepada mahasiswa lingkungan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) dan siswa-siswi dari beberapa SMA di Surabaya serta masyarakat umum, Jurusan Program Studi Pendidikan (PSP) Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UKWMS menyelenggarakan International Culture Festival and Celebration. Bertempat di Auditorium Lantai 2 Gedung Albertus Kampus UKWMS Kalijudan, acara ini melibatkan konsulat serta perwakilan kebudayaan dari beberapa negara antara lain; Belarusia, China, Jerman, Belanda, Prancis, Spanyol, dan Indonesia.
Perwakilan 7 negara dan mahasiswa serta siswa SMA yang menjadi peserta festival menari salsa bersama di atas panggung.
Masing-masing perwakilan negara memberikan presentasi tentang kebudayaannya. Negara China diwakili oleh perkumpulan etnis Tionghoa Hwie Tiauw Ka Surabaya yang menunjukkan seni pembuatan kaligrafi dan membuat lampion dari kertas bekas hong bao (amplop merah). Perwakilan dari Indonesia membuka stan pecel dan memaparkan nikmatnya makan pecel dengan gaya Indonesia dalam presentasi berbahasa Inggris. Domingo Enrique Grande yang datang dari Spanyol menyuguhkan tarian salsa bersama teman-temannya dari Surabaya Salsa Community. Kehebohan pun terjadi saat beberapa mahasiswa dan siswa SMA serta perwakilan negara asing diajak untuk turut naik ke panggung dan menari. Meski awalnya malu-malu, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menguasai gerakan dasar tarian Salsa dan melenggok semangat di atas panggung. “Acaranya seru, perwakilan dari Jerman juga mengajak kita menyanyi bersama dan mengenalkan budaya mereka, lalu perwakilan Belanda membawa macam-macam keju untuk dicoba. Dari perwakilan Belarusia saya baru tahu kalau negeri itu kaya akan mineral dan kita bisa berkomunikasi dengan warganya menggunakan bahasa Inggris,” ujar Holy Gabriella Sandra selaku mahasiswa yang ikut serta dalam persiapan acara.
“Budaya itu mungkin kelihatannya sepele, tapi pada saat bekerja dalam lingkungan global, mengetahui kebudayaan orang yang bekerja sama dengan kita akan sangat bermanfaat. Misalnya di sini kita terbiasa makan menggunakan tangan langsung, tapi di negara lain mungkin kebiasaan kita dianggap seperti manusia gua. Maka kita bisa mengajarkan pada mereka bagaimana nikmatnya makan menggunakan tangan ala orang Indonesia,” ungkap P. Hady Sutris Winarlim, S.Pd., M.Sc. selaku Ketua Panitia.
Lebih lanjut ia menambahkan, pada saat seperti itu kita harus bisa menggunakan ‘kacamata’ (sudut pandang) yang berbeda dengan kebiasaan, mengukur dan mengira-ngira tindakan seperti apa yang perlu dan tidak perlu untuk dilakukan. Bukan berarti kita perlu menghilangkan kebudayaan dan kebiasaan kita sendiri, tapi kita juga perlu mengenal dan menghargai kebudayaan orang lain. “Terkadang mengerti dan menghargai budaya yang berbeda itu bisa membantu kita memenangkan tender bisnis loh!” kelakar Hady.